Amandemen
diartikan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1.
Secara estimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris: to amend diartikan
sebagai to make better, to remove the faults. Selanjutnya amandement diartikan
sebagai a change for the better; a correction of error, faults etc.
2.
Dalam istilah pengertian ketatanegaraan (US Convention) amendment adalah an
addition to, or a change of a constitution or an organic act which is a pendent
to the document rather than intercalated in the text (Smith and Zurcher
1966:14).
3.
Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal
yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan tertinggi bernegara. Beliau
berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum sepenuhnya sempurna. Jika
ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan ialah amandemen.
Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah difahami
sebagai penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari naskah aslinya, dan diletakkan pada dokumen yang
bersangkutan. Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan
kata-kata atau perihal baru dalam teks. Di sisi lain, amandemen bukan pula
penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan
konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara,
dasar negara, maupun bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya
jelas bahwa tidak ada maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk
negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil. Salah satu bentuk
komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal mendasar di atas
adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan atas Preambul/Pembukaan UUD
1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD
1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan
melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada, tanpa harus melakukan
perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri.
Dasar pemikiran dan latar belakang
perubahan uud 1945
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk
struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR
yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak
terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan
kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden).
Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan
dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional
yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi
dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk
Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang
terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu
penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi
kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan
Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden
dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat
aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka
peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai
dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut
Husnie Thamrien, wakil ketua MPR dari F-PP, adalah :
- untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat,
- memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
- menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang menjadi syarat negara hukum,
- menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
- menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan,
- melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi,
- menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang
Salah satu tuntutan Reformasi 1998
adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang
tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan
tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan
yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan
rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam
kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Terimakasih info tentang tujuan amandemen
BalasHapus